Bendera Pusaka Merah Putih Dijahit Langsung Oleh

Bendera Pusaka Merah Putih Dijahit Langsung Oleh

Tahun Terakhir Bendera Merah Putih Asli Dikibarkan

Sang merah putih/Foto: pexels.com/el jusuf

17 Agustus 1968 menjadi tahun terakhir bendera merah putih yang dijahit oleh Fatmawati dikibarkan. Hal ini dikarenakan kondisinya yang sudah sangat rapuh dan warnanya pun memudar.

Sejak saat itu, Indonesia selalu menggunakan duplikasi bendera merah putih setiap perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia. Bendera merah putih yang asli disimpan di vitrin yang terbuat dari kaca anti peluru di ruang Bendera Pusaka di Istana Merdeka.

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

TRIBUNNEWS.COM - Bendera dijadikan sebagai identitas sebuah negara.

Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni Bendera Merah Putih.

Melansir kemdikbud.go.id, Bendera Merah Putih terbuat dari bahan katun halus (setara dengan jenis primissima untuk batik tulis halus), warna merah putih.

Warna asli merah bendera adalah merah serah yaitu merah jernih (bukan merah nyala, bukan merah tua, bukan merah muda, atau merah jambu).

Biasanya, Bendera Merah Putih dikibarkan saat upacara hingga acara perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia 17 Agustus.

Sebagai informasi, peringatan HUT ke-79 RI tahun 2024 jatuh pada hari Sabtu (17/8/2024).

Pada tanggal 7 September 1944, Dai Nippon menyiarkan kabar Indonesia diperkenankan untuk merdeka kemudian hari. Maka dari itu, Chuuoo Sangi In (badan yang membantu pemerintah pendudukan Jepang terdiri dari orang Jepang dan Indonesia) menindaklanjuti izin tersebut dengan mengadakan sidang tidak resmi pada tanggal 12 September 1944, dipimpin oleh Ir. Soekarno.

Hal yang dibahas pada sidang tersebut adalah pengaturan pemakaian bendera dan lagu kebangsaan yang sama di seluruh Indonesia. Hasil dari sidang ini adalah pembentukan panitia bendera kebangsaan merah putih dan panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Panitia bendera kebangsaan merah putih menggunakan warna merah dan warna putih sebagai simbol. Merah berarti berani dan putih berarti suci. Kedua warna ini sampai saat ini menjadi jati diri bangsa Indonesia.

Sementara itu, ukuran bendera ditetapkan sama dengan ukuran bendera Nippon yakni perbandingan antara panjang dan lebar tiga banding dua.

Baca juga: Teks Doa Malam Tirakatan Peringatan HUT ke-79 RI 2024, Berisi Rasa Syukur Nikmat Kemerdekaan

Dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, selain bermakna berani dan suci, kombinasi warna merah dan putih telah digunakan dalam sejarah kebudayaan dan tradisi di Indonesia pada masa lalu. Kombinasi merah dan putih digunakan pada desain sembilan garis merah putih bendera Majapahit.

Panitia bendera kebangsaan merah putih ini diketuai oleh Ki Hajar Dewantara dengan anggota Puradireja, Dr. Poerbatjaraka, Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Mr. Moh. Yamin, dr. Radjiman Wedyodiningrat, Sanusi Pane, KH. Mas Mansyur, PA Soerjadiningrat, dan Prof. Dr. Soepomo.

Kemudian, panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya berkewajiban mempersatukan kata-kata dan melodi lagu. Panitia diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota Ki Hajar Dewantara, Sanusi Pane, Mr. Moh. Yamin, Kusbini, Mr. Koesoemo Oetojo, Mr. Ahmad Soebardjo, Mr. Sastro Moeljono, Mr. Samsoedin, Ny. Bintang Soedibjo, Machijar, Darmawijaya, dan Cornel Simanjuntak.

Atas permintaan Soekarno kepada Shimizu, kepala barisan propaganda Jepang (Sendenbu), Chaerul Basri diperintahkan mengambil kain dari gudang di Jalan Pintu Air untuk diantarkan ke Jalan Pegangsaan Nomor 56 Jakarta. Kain ini dijahit oleh Ibu Fatmawati (istri Presiden Soekarno) menjadi bendera.

Jakarta, VIVA – Sebelum memproklamirkan kemerdekaan, sebuah negara harus memiliki bendera sebagai identitas kedaulatan. Hal itulah yang mendasari lahirnya Sang Saka Merah Putih.

Dikutip dari buku Fatmawati: Catatan Kecil bersama Bung Karno (2016), menjelang kemerdekaan Indonesia, Fatmawati dan Soekarno berunding ihwal bendera yang mampu merepresentasikan Indonesia.

Keduanya ingin, Indonesia memiliki bendera dengan filosofi dan bahan yang bagus. Kala itu Fatmawati meminta bantuan kepada pemuda bernama Chairul Bahri menemui perwira Jepang yang pro kemerdekaan Indonesia.

Belakangan diketahui perwira itu bernama Shimizu. Dia mengantarkan langsung dua blok kain katun, berwarna merah dan putih ke rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur.

Bendera Pusaka dijahit ulang oleh Husein

Saat di Jakarta, Husein menerima pesan rahasia dari Soekarno yang memintanya menyerahkan Bendera Pusaka kepadanya yang sedang ditahan di Muntok, Bangka. Soekarno memerintahkan Husein menyerahkan bendera itu ke Soedjono sebagai perantara.

Husein kemudian menyatukan lagi kain merah dan putih tersebut. Dia menjahit menggunakan mesin yang dipinjamkan Soedjono.

Husein sangat berhati-hati menjahitnya mengikuti lubang bekas jahitan Fatmawati. Namun, sekitar 2 cm dari ujung bendera terdapat sedikit kesalahan jahit.

Selesai dijahit, Bendera Pusaka kemudian dibungkus kertas koran dan diserahkan ke Soedjono untuk disampaikan ke Soekarno.  Sebagai penghargaan atas jasa Husein Mutahar melindungi Bendera Pusaka, pada 1961 ia dianugerahi Bintang Mahaputera.

Singkatnya, pada Juli 1949, Soekarno-Hatta serta beberapa tokoh kemerdekaan yang diasingkan tiba di Yogyakarta. Memasuki bulan Agustus atau tepatnya pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI keempat, Bendera Pusaka kembali dikibarkan di Istana Gedung Agung.

Usai ditandatanganinya pengukuhan kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949, Ibu Kota dikembalikan ke Jakarta. Soekarno pun kembali ke Jakarta membawa Bendera Pusaka.

Bendera Pusaka dipensiunkan

Bendera pusaka terakhir kali dikibarkan dalam  upacara peringatan kemerdekaan RI 17 Agustus 1968 di Istana Merdeka Jakarta.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri No 003/M/2015, Sang Saka Merah Putih berstatus sebagai Cagar Budaya Nasional dengan nomor registrasi RNCB.20150201.01.000032.

Pada 17 Agustus 1969, bendera yang dikibarkan di Istana Kepresidenan bukan lagi Bendera Pusaka yang dijahit Fatmawati dan dijahit ulang Husein Mutahar, melainkan duplikat.  Sejak saat itu, setiap provinsi mendapatkan duplikat bendera pusaka yang sama.

Dijahit Langsung oleh Fatmawati

bendera merah putih/Foto: pexels.com/Irgi Nur Fadil

Seperti yang disinggung sebelumnya, Fatmawati yang notabene istri Soekarno adalah sosok yang menjahit bendera merah putih setelah kembali ke Jakarta dari pengasingan di Bengkulu.

Saat itu, presiden RI pertama tersebut memerintahkan Chaerul Basri untuk mengambil kain di gudang dan mengantarkannya ke Jalan Pegangsaan Nomor 56, Jakarta. Kain tersebut merupakan kain katun halus dengan warna merah dan putih dengan panjang 3 meter dan lebar 2 meter.

Begitu mendapatkan kain tersebut, Fatmawati langsung menjahitnya. Kemudian, kain yang sudah berubah menjadi bendera Indonesia tersebut dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 di acara proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Foto: pexels.com/Irgi Nur Fadil

Bendera Merah Putih yang berkibar saat proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 memiliki sejarah di baliknya. Sebelum proklamasi terdapat tokoh yang menjahit bendera Merah Putih dari kain. Siapa yang dimaksud?

Tokoh yang menjahit bendera Merah Putih adalah Ibu Fatmawati yang merupakan istri dari presiden Soekarno. Fatmawati berperan menjahit bendera Merah Putih guna membantu persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Mengenal Fatmawati Sebelum Menjahit Bendera Merah Putih

Dilansir dari buku "Sejarah" oleh Prof. Dr. Habib Mustopo dan kawan-kawan, tertulis Fatmawati merupakan perempuan yang dilahirkan di Pasar Padang, Bengkulu pada 15 Januari 1923.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fatmawati menempuh pendidikan di HIS dan sekolah kejuruan. Istri presiden Soekarno ini aktif berorganisasi sejak masih duduk di bangku HIS sebagai pengurus Nasyiatul Aisyiah.

Pada tahun 1938, Fatmawati berkenalan dengan Soekarno. Saat itu, Soekarno menjadi pengajar di Muhammadiyah dan Fatmawati adalah salah satu muridnya. Pada tahun 1943, Soekarno menikahi Fatmawati.

Sejak tahun 1943, Fatmawati tinggal di Jakarta mendampingi Soekarno. Kemudian saat persiapan proklamasi kemerdekaan akan dilangsungkan, Fatmawati membuat bendera Merah Putih dari kain katun Jepang. Bendera tersebut yang kemudian dikibarkan pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Bendera Pusaka ikut Soekarno ke Yogyakarta

Pada 4 Januari 1946, situasi Jakarta sangat genting, hal ini mengharuskan Soekarno dan Mohammad Hatta pergi menuju Yogyakarta menggunakan kereta.

Kala itu, bendera pusaka turut serta dibawa dalam koper pribadi Soekarno. Selanjutnya, Ibu Kota Indonesia dialihkan ke Yogyakarta.

Singkatnya, pada 1948, Belanda kembali melancarkan agresi militer kedua di Yogyakarta. Serangan ini membuat Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda.

Soekarno yang tahu betul bahwa dirinya akan ditawan, memanggil ajudannya Husein Mutahar untuk mengamankan Bendera Pusaka agar tak sampai jatuh ke tangan Belanda.

Mendapat tugas yang tak mudah, Husein Mutahar akhirnya memisahkan dua kain yang sebelumnya dijahit Fatmawati. Hal ini dilakukan agar tidak disita Belanda lantaran dua kain itu sudah tak berbentuk bendera.

Meski sempat ditahan Belanda dan dibawa ke Semarang, Husein tetap berhasil menyelamatkan dua kain tersebut. Singkatnya ia berhasil lolos dan melarikan diri ke Jakarta.

Warna Merah dan Putih yang Sengaja Dipisahkan

bendera merah putih/Foto: pexels.com/just baf

Dengan alasan keamanan, Husein Mutahar membagi bendera Indonesia tersebut menjadi dua, yaitu warna merah dan putih, lalu di masukkan ke dalam dua tas yang berbeda.

Ketika Presiden Soekarno kembali dari pengasingan di Bangka Belitung, bendera tersebut disatukan kembali. Setelah itu, bendera dibawa ke Yogyakarta dan dikibarkan di Gedung Agung pada 17 Agustus 1949.

Foto: pexels.com/just baf

Bendera Dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta

sejarah merah putih/Foto: pexels.com/Irgi Nur Fadil

Setelah berhasil mengibarkan bendera merah putih pada 17 Agustus 1945, bendera Indonesia ini dibawa presiden, wakil presiden, dan para menteri ke Yogyakarta tahun 1946 karena pada saat itu, Jakarta sedang tidak aman.

Sayangnya tahun 1948, Yogyakarta berhasil ditaklukkan Belanda yang kembali ingin menguasai Indonesia. Alhasil, Presiden Soekarno harus menitipkan bendera tersebut kepada ajudan terpercayanya, Husein Mutahar.

Keberanian Timnas Indonesia Zaman Bung Karno, Lepas Tiket Piala Dunia Gegara Tolak Israel